Manuk Sira Pege, Ayam Berbumbu Garam dan Jahe Khas Tapanuli
Manuk sira pege - terjemahan langsungnya adalah ayam garam jahe - adalah sajian tradisional Tapanuli (khususnya dari puak Simalungun) yang semakin langka. Sudah sangat jarang sajian ini muncul - baik sebagai sajian sehari-hari, maupun sebagai sajian khusus pada saat upacara adat.
Konon, di masa lalu, ada tradisi bahwa para laki-laki dewasa sebelum berangkat perang harus melakukan upacara makan daging dengan irisan jahe untuk membuat badan lebih hangat dan jiwa pun lebih semangat. Tradisi ini mirip mizu-sake di Jepang - yaitu minum air putih dalam cawan sake - bagi para penerbang kamikaze sebelum melakukan tugas terakhirnya.
Foto: iStock
|
Dalam salah satu literatur budaya Tapanuli, ditemukan informasi bahwa manuk sira pege adalah sajian hajatan yang dilakukan ketika para pemuda selesai belajar mandihar (semacam silat adat). Pada upacara "graduation", di atas selembar tikar baru, diletakkan selembar daun pisang dan seekor ayam panggang.
Ayamnya harus ayam merah, dikukus atau dipanggang tanpa bumbu. Di sekelilingnya ditata garam, tujuh iris jahe, tujuh bunga raya (kembang sepatu), dan dikitari benang putih. Para murid kemudian mencabik daging ayam, dicocol ke garam dan jahe, lalu menyantapnya.
Dalam kitab Pustaka Laklak, upacara makan manuk sira pege ini dibarengi pembacaan mantra secara mandoding (disenandungkan). Mantra-mantra yang disenandungkan itu merupakan pujian dan harapan kepada para pemimpin gaib di Atas Sana. Karena itulah acara menyantap manuk sira pege ini di masa lalu termasuk ritual pelintasan yang sakral.
Setiap lelaki dewasa pastilah sudah melakukan ritual itu dalam hidupnya. Dalam perkembangan selanjutnya, ayam bakar atau kukus yang disajikan tidak lagi utuh, melainkan dipotong dadu. Sedangkan garam dan jahe ditambah dengan cabe rawit dan bawang merah, untuk membuat sajian ini menjadi lebih lezat.
Memang, ini adalah cara makan yang unik. Daging ayam yang tawar, dimakan dengan sedikit garam, seiris jahe, seiris bawang merah, dan sebuah cabe rawit. Di dalam mulut, semuanya digerus dengan geligi dan mencuatkan citarasa baru yang sangat unik.
Foto: Istimewa
|
Penyajian manuk sira pege di Tapanuli ini sangat mirip dengan miang kham yang kemudian berkembang menjadi appetizer populer di rumah-rumah makan fine dining di Thailand. Miang kham pada dasarnya adalah berbagai kondimen gurih - seperti: ebi, srundeng, kacang sangrai, potongan jahe - dibungkus dalam daun chapu (mirip daun mangkokan), kemudian dicocol sambal asam-manis-gurih-pedas.
Campuran berbagai unsur kondimen tadi baru memunculkan citarasa baru setelah dikremus di dalam mulut. Sesuai dengan cara penyajiannya yang serba apik, miang kham tampil lebih feminin, sedangkan manuk sira pege lebih maskulin. Demikian pula citarasanya, manuk sira pege terasa lebih cadas dan garang di dalam mulut kita. (odi/odi)
Baca Kelanjutan Manuk Sira Pege, Ayam Berbumbu Garam dan Jahe Khas Tapanuli : http://ift.tt/2mZ6kdu
Comments
Post a Comment